Selasa, 25 Maret 2008

Wayang Suket, tidak Tunduk pada Pakem

Wayang Suket, tidak Tunduk pada Pakem
JIKA ada pertunjukan wayang yang demikian imajinatif dalam memainkan tokoh-tokohnya, itu adalah pertunjukan wayang suket (rumput) garapan Ki Dalang Slamet Gundono. Apa pasal, sehingga pertunjukan yang digarapnya itu demikian imajinatif? Sebab anak wayang yang dimainkannya itu dibuat dari puluhan batang rumput, yang dirangkai dan dianyam sedemikian rupa. Jenis rumput yang dirangkai dan dianyam sehingga menjadi anak wayang itu adalah jenis rumput alang-alang, rumput gajah, rumput teki, dan mendong yang sering dijadikan tikar mendong.
Dalang Wayang Sukek, Ki Dalang Slamet Gundono berdialog dengan wayang raksasa kolaborasi dengan Jendela Ide dalam pertunjukan di Sabuga Bandung, Sabtu (10/2).* M. GELORA SAPTA/"PR"
Rupa anak wayang yang dibuatnya itu, tentu saja tidak seperti wayang kulit meskipun sama pipihnya. Dalam wayang kulit, kita masih bisa menemukan corak pakaian, dan rupa para tokohnya yang diberi warna dan hiasan sedemikian rupa. Sedangkan dalam wayang suket, hal itu tidak kita temukan. Namun demikian, dari "batang-batang" rumput yang diolah, dirangkai, dan dianyam secara khusus itu, hasilnya ada yang mencitrakan burung, orang, dan bahkan senjata tertentu dengan bentuk yang pipih. Di tanah Sunda, bentuk wayang semacam itu ada kalanya dibuat dari "tangkai" daun ketela pohon.
Pertunjukan wayang suket yang dikreasi Ki Dalang Slamet Gundono menarik perhatian, karena sang dalang ketika memainkan anak wayang yang tengah dipegangnya itu, ada kalanya tidak dimainkan sebagaimana memainkan wayang golek atau wayang kulit. Wayang suket kadang hanya dipegang, atau ditekankan ke dada sang dalang. Pada saat demikian maka yang menari bukan wayang, melainkan sang dalang itu sendiri. Fungsi dalang dalam pertunjukan tersebut, tidak hanya berperan sebagai orang yang memainkan anak wayang, tetapi juga sebagai penari dan penembang sekaligus. Selain itu, waditra (alat musik tradisional) yang ditabuh pun bukan waditra yang lengkap sebagaimana dalam pertunjukan wayang golek maupun wayang kulit. Di dalam pertunjukan wayang suket, ada kalanya Slamet Gundono memanfaatkan alat musik ukulele yang dipetik saat menembang, atau saat menekan suasana pada adegan-adegan tertentu.
Berkait dengan daya kreativitas semacam itu, teaterawan Rendra pernah mengatakan bahwa apa yang dikreasi Ki Dalang Slamet Gundono termasuk dalam jenis wayang kontemporer dengan basis tradisi sebagai titik pijaknya, yakni tradisi wayang kulit, meski tidak sepenuhnya memainkan tradisi tersebut. Apa sebab? Karena ada banyak pakem pertunjukan tradisional yang dilanggarnya.
**
DALAM pertunjukan kali ini yang digelar di salah satu gedung di lingkungan Gedung Sabuga, Jln. Tamansari Bandung, pada Sabtu malam (10/2), Ki Dalang Slamet Gundono tidak memainkan lakon carangan maupun lakon pokok dari cerita wayang sebagaimana yang pernah dipertunjukkan di berbagai tempat. Ia memainkan lakon tanpa alur dan bahkan tanpa konflik. Ini terjadi, karena anak wayang yang dipegangnya itu berinteraksi dengan anak-anak yang tengah digali potensinya untuk ikut berproses kreatif main wayang.
Ada kalanya ketika Ki Dalang Slamet Gundono yang berat tubuhnya mencapai 350 kg itu sedang menembang dan menari, anak-anak dibuat tertawa. Apa sebab? Karena gerak tubuh Ki Dalang Slamet itu sendiri jadi tontonan yang menarik pula. Lantas, apakah ketika menari, tubuh Ki Slamet tampak kaku? Justru tidak. Ia malah tampak lentur. Ki Slamet selain mahir memainkan wayang, baik wayang suket maupun wayang kulit, memang dikenal sebagai penari, pemain teater, dan juga penembang dengan warna vokal yang khas, yang menarik untuk diapresiasi.
Interaksi anak-anak dengan Ki Dalang Slamet dalam pertunjukan sarat dengan gelak-tawa karena pertunjukan yang digelarnya itu bukan pertunjukan yang sudah diskenario sebelumnya. Dengan demikian, dialog antara dalang dengan si anak atau antara si anak dengan si anak yang berlangsung secara spontan itu, sering melahirkan ungkapan-ungkapan yang lucu ketika apa yang diucapkan oleh si anak kemudian diplesetkan oleh sang dalang.
Pertunjukan wayang suket dengan demikian, sebagaimana pernah dikatakan oleh Ki Dalang Slamet Gundono dalam berbagai kesempatan di Bandung, adalah pertunjukan wayang terbuka, yang tidak tunduk pada pakem. Misalnya, ia tidak harus main di atas panggung. Ia bisa main di lapangan tanpa panggung, bisa sambil duduk atau berdiri. "Yang penting dalang bisa menari dan menembang!" jelas Ki Slamet. Pertunjukan wayang suket itu sendiri baru digelar untuk pertamakalinya oleh Ki Slamet Gundono tahun 1999.

http://kl1p1ng.blogspot.com/2007/03/wayang-suket-tidak-tunduk-pada-pakem.html

Tidak ada komentar: